WilayahKerajaan Bima meliputi Pulau Sumbawa, Sawu, Solor, Sumba, Larantuka, Ende, Manggarai dan Komodo. Kerajaan Bima berjaya pada masa pemerintahan Raja Mitra Indrati (Raja Ke-7), dimana pelabuhan berkembang sangat pesat. Pasca meletusnya Gunung Tambora, kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya masih dalam kondisi memprihatinkan. Kemudiandilanjutkan oleh generasi berikutnya, yaitu sekitar tanggal 30 November 1648 Masehi, putera mahkota Selaparang bernama Pangeran Pemayaman dengan gelar Pemban Aji Komala, dilantik di Sumbawa menjadi Sulthan Selaparang yang memerintah seluruh wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa. Selaparang merupakan pusat Kerajaan Islam di Lombok. KehidupanEkonomi Kerajaan Kalingga. Kerajaan Kalingga mengembangkan perekonomian perdagangan dan pertanian. Letaknya yang dekat dengan pesisir utara Jawa Tengah menyebabkan Kalingga gampang diakses oleh para pedagang dari luar negeri. Kalingga adalah daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan gading sebagai barang dagangan. KehidupanEkonomi Untuk menunjang Makasar sebagai pelabuhan transito dan untuk mencukupi kebutuhannya, maka kerajaan ini menguasai daerah-daerah sekitarnya. Buton demikian juga Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat. Dengan demikian jalan perdagangan waktu musim Barat yang melalui sebelah Utara kepulauan Nusa Tenggara dan jalan Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. Sumbawa Pulau Sumbawa, Nusatenggara Barat, sebelumnya adalah kesultanan yang mempunyai hubungan erat dengan Kerajaan Makassar Sulawesi Selatan. Namun, pada 1959 Kesultanan Sumbawa dibubarkan dan menjadi Kabupaten Sumbawa dengan ibu kotanya di Sumbawa Besar. Sultan terakhir adalah Muhammad Kaharuddin III. Sisa-sisa peninggalan kesultanan kini terawat dengan baik. Istana peninggalan Sultan Muhammad Jalaludin III, misalnya, yang dibangun awal Abad ke-20, hingga saat masih terawat dengan baik. Di Istana Loka tersimpan barang-barang peninggalan kesultanan seperti keramik dari zaman Dinasti Ming dan seperangkat alat pengobatan raja. Selain dikenal dengan peninggalan sejarahnya, Sumbawa juga dikenal sebagai penghasil madu alami dan tenun ikat. Madu alami diambil warga dari hutan dan pegunungan. Dari mulai mengambil madu di sarang hingga pemerasan masih menggunakan cara-cara tradisional. Madu diambil dari hutan dengan menggunakan obor. Asap obor ini berfungsi mengusir lebah dari sarangnya. Selanjutnya sarang madu diambil dan dimasukkan ke dalam ember. Setiap sarang dimasukkan ke dalam ember terpisah. Sebab, setiap sarang madu mempunyai kekentalan, rasa, dan aroma berbeda. Perbedaan ini terjadi karena beragamnya bunga yang diisap lebah. Setiap satu sarang lebah terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian madu, bipolen, dan anak lebah. Bipolen dan madu mempunyai nilai ekonomi tingggi. Khusus bipolen, biasanya hanya ada dua sampai tiga pekan sebelum hujan dalam setahun. Bipolen dikonsumsi langsung dan sangat bagus untuk pertumbuhan sel tubuh. Sementara harga madu lebah Sumbawa Rp dalam botol 620 mililiter. Sumbawa juga dikenal dengan tenun ikat. Pusat industri tenun di Desa Sekatoh atau sekitar delapan kilometer dari Sumbawa Besar. Pusat kerajinan ini dibangun pada tahun 80-an. Awalnya, tenun ikat itu menjadi pekerjaan sampingan ibu-ibu rumah tangga. Namun, seiring maraknya industri pariwisata tenun ikat Sumbawa menjadi potensi ekonomi masyarakat. Satu lembar tenun ikat dijual Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu.YYT/Asti Megasari dan Effendi Kasah* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. 13 Februari 2012 SULTAN III Kebaradaan Tana Samawa atau Kabupaten Sumbawa, mulai dicatat oleh sejarah sejak Zaman Dinasti Dewa Awan Kuning, tetapi tidak banyak sumber tertulis yang bisa dijadikan bahan acuan untuk mengungkapkan situasi dan kondisi pada waktu itu. Sebagaimana masyarakat di daerah lain, sebagian rakyat Sumbawa masih menganut animisme dan sebagian sudah menganut agama Hindu. Baru pada kekuasaan raja terakhir dari dinasti Awan Kuning, yaitu Dewa Maja Purwa, ditemukan catatan tentang kegiatan kerajaan, antara lain bahwa Dewa Maja Purwa telah menandatangani perjanjian dengan Kerajaan Goa di Sulawesi. Perjanjian itu baru sebatas perdagangan antara kedua kerajaan kemudian ditingkatkan lagi dengan perjanjian saling menjaga keamanan dan ketertiban. Kerajaan Goa yang pengaruhnya lebih besar saat itu menjadi pelindung kerajaan Samawa’. Setelah Dewa Maja Purwa wafat ia digantikan oleh Mas Goa, yang masih menganut ajaran Hindu. Ia dianggap telah melanggar salah satu perjanjian damai dengan kerajaan Goa, maka resikonya ia terpaksa disingkirkan bersama pengikut pengikutnya kesebuah Hutan, kira-kira di wilayah Kecamatan Utan sekarang. Pengusiran Mas Goa dan pengikutnya ke wilayah Utan lebih arif disebut kudeta di zaman sekarang. Ia serta merta diturunkan dari tahtanya karena mangkir dari kesepakatan pendahulunya dengan Kerajaan Goa. Tidak disebutkan apa pelanggaran yang telah dilakukan Mas Goa, namun campur tangan Raja Goa di Sulawesi sangat besar. Pemberhentian secara paksa ini terjadi pada tahun 1673 M sekaligus mengakhiri pengaruh Dinasti Dewa Awan Kuning di Sumbawa. Tahun berikutnya 1674 M Dinasti baru terbentuk dan diberi nama Dinasti Dewa Dalam Bawa’. Saat itu menurut BUK Tana’ Samawa, rakyat Sumbawa sudah mulai memeluk Agama Islam. Dinasti Dewa Dalam Bawa’ ini berkuasa hingga tahun 1958. Luas wilayah kekuasaannya dimulai dari wilayah taklukan Kerajaan Empang hingga Jereweh. Raja pertama dari Dinasti Dalam Bawa ini adalah Sultan Harunurrasyid I 1674 – 1702. Ia kemudian diganti oleh putranya Pangeran Mas Madina bergelar Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I yang kawin dengan Putri Raja Sidenreng Sulawesi Selatan yang bernama I Rakia Karaeng Agang wafat, Jalaluddin Syah I ini kemudian diganti oleh Dewa Loka Lengit Ling Sampar kemudian oleh Dewa Ling Gunung Setia. Tidak banyak bahan sejarah yang dapat mengungkapkan berapa lama keduanya memerintah, tapi diperkirakan selama 10 tahun. Ada fakta yang menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Datu Gunung Setia, kerajaan Sumbawa termasuk “ Bala Balong” lenyap dilalap si jago merah pada tanggal 26 Ramadhan 1145 Hijriah 1732 M. Pada tahun 1733 Kerajaan Sumbawa kembali dipegang oleh keponakan Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I, bernama Muhammad Kaharuddin I 1733-1758. Ketika ia meninggal, kekuasaan diambil alih istrinya I Sugiratu Karaeng Bontoparang, yang bergelar Sultan Siti Aisyah. Raja wanita ini dikenal sering berselisih paham dengan pembantu raja, sehingga pada tahun 1761 ia diturunkan dari tahta dan mengharapkan , digantikan oleh Lalu Mustanderman Datu Bajing, namun ia menolak, dan menyarankan untuk mengangkat adiknya yaitu Lalu Onye Datu Ungkap Sermin 1761-1762 . ISTANA TUA Pemerintahannya Lalu Onye, hanya berjalan setahun. Konon karena ia lari dari istana untuk menghindari perang saudara, atas kekeliruannya menikahi seorang wanita yang telah lama ditinggalkan berlayar oleh suaminya, Lalu Angga Wasita yang terkenal keperkasaannya. Ia menyangka Lalu Angga Wasita sudah meninggal karena tidak pernah ada kabar beritanya. Tapi suatu hari lelaki perkasa itu muncul. Karena raja merasa bersalah maka ia lari pada malam Selasa , di hari ke 14 Ramadhan waktu bulan purnama raya. Kepergian Datu Ungkap Sermin itu membuat kursi raja menjadi lowong. Maka diangkatlah Gusti mesir Abdurrahman, keturunan Raja Banjar. Meski ia bukan trah Dinasti Dewa Dalam Bawa, tetapi memungkinkan untuk diangkat menjadi raja karena telah menikah dengan puteri Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I. ia pun diberi gelar Muhammad Jalaluddin Syah II, dan memegang kekuasaan selama 3 tahun 1762-1765. Ia mangkat pada tanggal 1 Dzulhijjah 1179 Hijriah 1765 Masehi. Untuk menggantinya diangkatlah putra mahkota yang masih berumur 9 tahun menjadi “raja boneka” yaitu Sultan Mahmud. Sedangkan yang menjalankan pemerintahan diangkat Dewa Mapeconga Mustafa datu Taliwang. Keputusan ini menimbulkan amarah datu Jereweh, karena ia sangat berambisi untuk menjadi raja. Maka ia berangkat ke Makasar untuk meminta bantuan kompeni VOC agar bisa menciptakan kekacauan di Kerajaan Sumbawa. Sebelum berangkat, datu Jereweh menemui kerajaan-kerajaan tetangganya dan mempengaruhi mereka supaya ikut mendukung rencananya dan ikut menandatangani perjanjian dengan VOC sekaligus membatalkan segala hal yang telah diatur dalam perjanjian Bongaya antara VOC dengan raja Goa yang isinya antara lain VOC tidak boleh mencampuri urusan perdagangan di kerajaan selatan. Akhirnya pada tanggal 9 Februari 1765 di Fort Rotterdam ditandatangani perjanjian antara Cornelis Senklaar Komodour sebagai wakil VOC denga pihiak raja – raja selatan yang antara lain Sultan Abdul Kadir Muhammad Dzillillah Fil Alam raja Bima , Hasanuddin Datu Jereweh mengatas namakan raja Sumbawa , Achmad Alauddin Johan Syah raja Dompu, Abdurrasyid raja Sanggar dan Abdurrahman raja Pekat. Perjanjian ini berisi tentang diperkenankannya VOC masuk Sumbawa. Tapi perjanjian ini kemudian dibatalkan lewat kontrak baru tanggal 18 Mei 1766 berkat keberhasilan diplomasi utusan kerajaan Sumbawa Dea Tumuseng. Dalam perjanjian ini disebutkan, apabila Sultan Mahmud dewasa, maka kekuasaan raja akan diserahkan kembali pada waktu Sultan Dewa Mepaconga Mustafa sakit pada tahun 1189 H 1775 M, beliau digantikan oleh Datu Busing Lalu Komak, yang bergelar Sultan Harrunnurrasyid II 1777-1790. Sementara Sultan Mahmud yang putra mahkota itu tidak pernah diangkat menjadi raja yang sebenarnya, hingga ia meninggal dunia pada 8 jumadil akhir 1194 H 1780 M dalam usia 24 tahun. Pada waktu pemerintahan Harrunnurrasyid II ini telah berhasil diselesaikan penulisan Kitab Suci Al Qur’an dengan tulisan tangan oleh Muhammad Ibnu Abdullah Al Jawi Negeri Sumbawa Madzab Safiie, tepatnya pada 28 Dzulqaidah 1199 H 1784 M. Sepeninggal Harrunnurrasyid II, tahta kerajaan beralih pada anak perempuannya, yaitu Sultan Syafiatuddin 1791-1795. Ia kemudian kawin dengan Sultan Bima dan mengikuti suaminya ke Bima, sekaligus memboyong beberapa harta pusaka kerajaan. Sebagian koleksi harta kekayaan Raja Bima sekarang adalah milik Sultan Syafiatuddin yang dibawa dari Sumbawa . Karena kejadian itu, maka diputuskan oleh para Menteri Kerajaan untuk tidak lagi mengangkat wanita sebagai raja. Sedangkan pengganti Sultan Syafiatuddin adalah putera Sultan Mahmud bernama Muhammad Kaharuddin II. Pada waktu pemerintahannya inilah Gunung Tambora meletus. Tepatnya pada hari Selasa, 21 Jumadil Awal 1230 H 1815 M. Pada waktu itu Kerajaan Sumbawa dilanda hujan debu. Dalam laporan H. Zolinger disebutkan bahwa sepertiga penduduk mati di pulau Sumbawa dan sepertiganya lagi pindah ke pulau Lombok. Sedangkan abu yang menggenangi wilayah kerajaan Sumbawa sampai setinggi lutut. Setahun kemudian Sultam Muhammad Kaharruddin II pun mangkat pada tanggal 20 Syafar 1231 Hijriah 1816 M. Pemangku kerjaan selanjutnya diserahkan kepada Nene Ranga Mele Manyurang. Ia pun tidak lama menduduki singgasana kerajaan, karena pada bulan Rabbiul Awal 1241 Hijriah 1825 M, Nene Ranga yang sudah tua itu meninggal dunia. Kekuasaan dilanjutkan oleh Abdullah hingga ia meninggal pada tanggal 87 Muharram 1252 Hijriah 1836 M. Mulai tahun 1836 sampai 1882, tahta Kerajaan Sumbawa kembali dilanjutkan oleh Putera Muhammad Kaharuddin II, yaitu Sultan Amrullah. Pada waktu pemerintahannya ini tidak banyak catatan sejarah yang bisa ditemukan, barangkali karena kerajaan baru mulai bangkit dari peristiwa meletusnya Gunung Tambora yang sangat dashyat. Sebuah letusan yang konon menyebabkan langit di Eropa diliputi kabut awan selama dua tahun. Sultan Amrullah meninggal pada tanggal 23 Agustus 1883, sementara kursi raja diteruskan oleh Sultan Muhammad Jalaluddin III, cucu Sultan Amrullah. Pada masa ini campur tangan Belanda sudah terlalu jauh, terutama dalam hal menarik pajak. Akhirnya meledaklah pemberontakan rakyat, yang membuat Belanda harus mendatangkan bala bantuan dari Makassar, sebab hampir di setiap tempat timbul amarah rakyat. Namun karena kelemahan dalam bidang persenjataan, semua bentuk pemberontakan dapat dipatahkan termasuk pemberotakan yang terjadi di Taliwang yang dilakukan Unru dan kawan-kawan. Kekuasaan Belanda lewat VOC pun semakin merajalela. Maka dimulailah babak baru, Belanda ikut bermain politik di dalam istana, dan ikut menentukan jalannya pemerintahan. Pulau Sumbawa dan Pulau Sumba dijadikan satu dalam bentuk afdeling dengan ibukota di Sumbawa Besar Ibukota Kabupaten Sumbawa sekarang. Asisten Resident yang pertama adalah Janson Van Ray. Kerajaan Sumbawa dibagi dalam dua ander afdeeling, yaitu Sumbawa Barat dan Sumbawa Timur. Dalam pemerintahan Sultan Muhammad Jalaluddin III 1833-1931 inilah dibangun “Istana Tua Dalam Loka”. Hal ini sangat dimungkinkan karena Sultan Muhammad Jalaluddin III menjalankan roda pemerintahan selama 48 tahun. Ia juga mampu menuruti kehendak Belanda. Setelah ia meninggal pada tahun 1931, kekuasaan raja turun kepada putra mahkota yang mendapat gelar Sultan Muhammad Kaharruddin III. Pada zaman pemerintahannya inilah menjadi masa peralihan kolonialisme Belanda kepada Jepang. Ketika perjanjian Kalijati ditandatangani tanggal 9 Maret 1942, organisasi – organisasi Islam di Kabupaten Sumbawa mulai mengatur siasat. Organisasi itu antara lain Nahdatul Oelama, Moehammadiah dan Al Irsyad. Sementara tiga kerajaan di pulau Sumbawa mengambil sikap tegas, menyatakan diri lepas dari kekuasaan Belanda. Tepat pada bulan Mei 1942, delapan kapal perang Jepang mendarat di Labuhan Mapin di bawah pimpinan Kolonel Haraichi, yang ternyata disambut gembira oleh rakyat. Kekuasaan Jepang tidak berlangsung lama, karena setelah Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi Bom Atom, Jepang menyerah kepada sekutu. Peraktis kekuasaannya berakhir. Sebelum Belanda kembali masuk, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Agresi Militer Belanda ke Republik Indonesia mengakibatkan Raja Sumbawa menandatangani sebuah perjanjian politik baru dengan Belanda pada tanggal 14 Desember 1948. Isinya antara lain menjelaskan tentang sisa-sisa kekuasaan yang masih dikuasai oleh Belanda di Sumbawa. Kekuasaan tersebut ada tiga, yaitu bidang pertahanan, hubungan luar negeri dan monopoli atas candu dan garam. Setahun kemudian pemerintah Indonesia Timur berdasarkan Undang – Undang Nomor 44 tahun 1949 membentuk daerah Statuta Federasi Pulau Sumbawa, yang ditetapkan oleh Dewan Raja – raja pada tanggal 6 September 1949. Perubahan system Pemerintahan terjadi lagi dengan membentuk Propinsi Nusa Tenggara Barat, yang didasarkan pada Undang – Undang Nomor 64 Tahun 1958. Propinsi Sunda Kecil dibagi menjadi tiga Daerah Swatantra Tingkat I yaitu Bali, Nusa Tenggara Barat NTB dan Nusa Tenggara Timur NTT. Khusus Daerah Swatantra I Nusa Tenggara Barat menjadi enam Daerah Swantantra Tingkat II, dimana raja sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan. Karena itu otomatis Federasi Pulau dibubarkan. Federasi Pulau Lombok dibubarkan pada tanggal 17 Desember 1958 dan tanggal tersebut hingga sekarang dijadikan sebagai hari lahirnya Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Federasi Pulau Sumbawa dibubarkan pada tanggal 22 Januari 1959 dan pada saat itu dilantiklah Sultan Muhammad Kaharruddin III menjadi Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Sumbawa. Tanggal itulah yang dijadikan hari lahir Kabupaten Sumbawa. – Kerajaan Dompu adalah salah satu kerajaan kuno yang pernah berdiri di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat NTB. Konon, bangunan yang dulu diduga merupakan tempat Kerajaan Dompu berdiri sekarang sudah diubah menjadi Masjid Raya Dompu. Namun, kediaman raja masih ada hingga sekarang dan berada di Kelurahan ini sejarah Kerajaan Dompu. Baca juga Suku-suku di Bali dan Nusa Tenggara Sejarah berdirinya Kerajaan Dompu Apabila menelusuri kembali sejarah berdirinya Kerajaan Dompu, perlu dipahami terlebih dahulu wilayah Dompu sebelum menjadi selama Kerajaan Dompu berdiri, dikenal dua istilah yang diberikan pejabat tertinggi di pemerintahan masing-masing, yaitu Ncuhi dan Sangaji atau raja. Ncuhi adalah kepala kelompok dan tokoh dalam keagamaan, sedangkan sangaji/raja adalah penguasa pada Zaman Hindu hingga berdirinya Kesultanan Dompu. Pimpinan pemerintahan Dompu pada masa itu dipimpin oleh sangaji/raja yang berjumlah 8 orang. Setelah itu, seiring berjalannya waktu, mulai didirikan sebuah kerajaan atau kesultanan di tempat itu, yang kemudian disebut sebagai Kerajaan Dompu. Untuk menentukan dengan pasti tanggal, hari, bulan, dan tahun berapa Kerajaan Dompu berdiri sangat sulit karena tidak ada prasasti yang menceritakannya. The traditional architecture of the Dalam Loka Palace in Sumbawa is a historical heritage that is stored in local culture as a royal residence. This palace was built in 1885 during the reign of Muhammad Jalaluddinsyah III which was used as a resting place for the royal family. The purpose of the research is to see the history and development of palace architecture along with the renovations that do not cause a shift in values, let alone cause the loss of meaning and social function as well as the local wisdom contained in it. The method used in this research is using a qualitative descriptive approach that starts from the stages of source collection heuristic, criticism verification, analysis and synthesis interpretation, and writing historiography, observation, interviews, literature study. The results show that the modernization referred to in the traditional architecture of the Istana Dalam Loka is to carry out a thorough restoration without changing the meaning as a moral basis that is embedded in the value of the existence of the palace in local Sumbawa. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 87 Modernisasi Arsitektur Tradisional Istana Dalam Lokal Di Sumbawa Studi Historis Arkeologi Subari1, Anwar2 Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Samawa Rea Email subarisejarah anwardonggo Abstract Abstract The traditional architecture of the Dalam Loka Palace in Sumbawa is a historical heritage that is stored in local culture as a royal residence. This palace was built in 1885 during the reign of Muhammad Jalaluddinsyah III which was used as a resting place for the royal family. The purpose of the research is to see the history and development of palace architecture along with the renovations that do not cause a shift in values, let alone cause the loss of meaning and social function as well as the local wisdom contained in it. The method used in this research is using a qualitative descriptive approach that starts from the stages of source collection heuristic, criticism verification, analysis and synthesis interpretation, and writing historiography, observation, interviews, literature study. The results show that the modernization referred to in the traditional architecture of the Istana Dalam Loka is to carry out a thorough restoration without changing the meaning as a moral basis that is embedded in the value of the existence of the palace in local Sumbawa. Keywords Modernization, Traditional Architecture, Palace in Loka Abstrak Abstrak Arsitektur tradisional Istana Dalam Loka di Sumbawa merupakan warisan sejarah yang tersimpan dalam budaya lokal sebagai tempat singgahsana kerajaan. Istana ini dibangun pada tahun 1885 pada masa pemerintahan Muhammad Jalaluddinsyah III yang digunakan sebagai tempat peristrahatan keluarga kerajaan. Adapun tujuan penelitian adalah untuk melihat sejarah dan perkembangan arsitektur istana seiring dengan adanya renovasi yang tidak menyebabkan terjadinya pergeseran nilai, apalagi menyebabkan hilangnya makna dan fungsi sosial serta kearifan lokal yang terkandung di dalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang dimulai dari tahap pengumpulan sumber heuristic, kritik verifikasi, analisis dan sintesis Interpretasi, dan penulisan historiografi, observasi, wawancara, studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa modernisasi yang dimaksud dalam arsitektur tradisional Istana Dalam Loka adalah melakukan pemugaran kembali secara menyeluruh dengan tidak merubah makna sebagai basic moral yang tertanam dalam nilai eksistensi istana dalam lokal Sumbawa. Kata Kunci Modernisasi, Arsitektur Tradisional, Istana Dalam Loka PENDAHULUAN Arsitektur tradisional merupakan basic kekuatan budaya yang tumbuh dan berkembang seiring dengan pola perkembangan kehidupan suku dan bangsa. Dalam arsitektur tradisional tersebut, terwujud suatu warisan budaya yang ideal sehingga wujud material dari suatu kebudayaan dapat dikhayati dan diamalkan oleh masyarakat. Dengan demikian itu, wujud material itu akan melahirkan rasa cinta terhadap arsitektur budaya tradisional yang dibangun oleh leluhrnya. Berangkat dari argumentasi ini, bahwa arsitektur dapat dipahami melalui metafora keindahan yang dapat dilihat dalam sudut pandang sastra social dengan karakteristik yang berbeda. Menurut naskah kuno sastra jawa dan kitab Buk Tana Samawa secara tegas menjelaskan bahwa relevansi antara lingkungan dan kehidupan budaya manusia. Dalam Mardanas, 19857 menyatakan bahwa masyarakat tradisonal dalam proses tata kelolah wilayah dan bangunan secara popular dibangun atas dasar penikmat rasa estetika dan nilai seni. Akan tetapi lanjut mardanas, bahwa arsitektur bukan semata-mata untuk pertama kali penikmat rasa estetika bangunan yang kemudian sebagai basic utama kelangsungan hidup secara kosmis. Arsitektur tradisional budaya local Sumbawa mempunyai cirri khas dengan unsur-unsur estetika dalam hiasan yang digunakan pada rumah tradisional adalah perpaduan antara flora dan fauna. Secara Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 88 konseptual, bahwa arsitektur masyarakat tradisional Sumbawa Tana’ Samawa berdasarkan suatu pandangan hidup ontologis dalam memahami alam semesta secara universal. Filosofi hidup masyarakat tradisional Sumbawa yang disebut “Salimpat” empat unsure menjadikan sebagai penyempurnaan identitas diri. Dalam filosofi itu menurut Tato, 20082, menyatakan bahwa segala aspek kehidupan manusia barulah sempurna, jika terbentuk segi empat, yang merupakan mitos asal kejadian manusia yang terdiri dari empat unsure, yaitu Tanah, air, api, dan angin. Dalam kontek itu, masyarakat tradisional Sumbawa memilki konsep pemahaman struktur pelapisan alam dalam tiga bagian kosmos, yaitu alam bawah, alam tengah dan alam atas. Oleh karena itu aspek rumah tradisional masyarakat suku Sumbawa yang tersusun dalam tiga tingkatan dan berbentuk segi empat, dibangun dengan pola mengikuti bentuk kosmos menurut kepercayaan masyarakat Sumbawa. Argumentasi ini, dibangun berdasarkan bahwa alam raya tersusun dalam tiga tingkatan, 1 Nene Pang Bao Awan Pitu diatas langit ke tujuh yaitu dimana dewa-dewa di pimpin oleh seorang dewa tertinggi yang bersemayam di langit ke tujuh yang disebut Nene Kuasa dewa tunggal, 2 Pang Tengah adalah wakil-wakil dewa tertinggi yang menghuni di bumi dan bertugas mengatur hubungan manusia dengan dewa tertinggi serta mengawasi tata tertib jalannya roda kosmos, 3 Pang Bawa merupakan bentuk kosmos yang paling bawah dan berkaitan dengan pembuatan atau pembangunan rumah harus disasrkan pada kosmologis, dan diungkapkan dalam makna simbolis-simbolis yang diturunkan secara turun temurun Hamid, 197812. Istanah tua dalam loka adalah bentuk arsitektur tradisional di Sumbawa tercermin dalam warisan budaya dan perlu dilestarikan untuk mempertankan keragaman budaya bangsa. Dan oleh sebab itu, perlu dilakukan pengkajian guna mengungkapkan warisan budaya masa lampau sebagai symbol kejayaan kerajaan Sumbawa pada masa lalu. Masalah yang di teliti dalam penelitian ini adalah sejarah dan bentuk arkeologis Dalam Loka istanah tua sebagai icon rumah adat masyarakat Sumbawa dan esensi arsitektur dalam istanah dalam loka. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan penedekatan kualitatif tentang pembaharuan terhadap Istana Tua dalam loka. Adapun data dalam metode penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara teknik pengamatan, wawancara, dan studi pustaka. Setelah data terkumpul, maka kemudian dianalisis dan dideskriptif. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah untuk mengetahui terjadi pembahuruan terhadap arsitektur tradisional istana tua dalam loka di sumbawa yang telah menjadi warisan budaya masyarakat sumbawa secara turun temurun. Pengkajian ini, dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Sedangkan dalam tahap pengumpulan data dilakukan observasi lapangan dengan para tokoh-tokoh sejarah Sumbawa dan tukang yang pernah membangun istana dalam loka Sumbawa. Hasil dari observasi dan wawancara akan didukung oleh studi pustaka. Penelitian ini cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif yang disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam untuk dapat dijelaskan melalui langkah heuristik, kritik, interprestasi, dan historiografi Heriyono, 1995. 1. Tahapan Penelitian a. Tahap observasi Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi lapangan dilakukan untuk mengumpul data dengan cara memfoto, mengukur, membuat sketsa istanah dalam loka Sumbawa. Untuk Objek penelitian dilakukan Rumah Adat Istanah Tua dalam loka yang berlokasi di Kelurahan Seketeng, Kabupaten Sumbawa Besar. b. Tahap Wawancara Wawancara dilakukan untuk mengumpul data dengan menanyakan tokoh-tokoh yang mengerti tentang sejarah dan tokoh-tokoh yang terlibat Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 89 dalam pembaharuan arsitektur tradisional istana dalam loka Sumbawa. Tahap ini diperlukan untuk mengumpul informasi-informasi yang akurat untuk mengkaji proses pembaharuan rumah adat tanah samawa. Berdasarkan hasil obserfasi lapangan, maka jenis data yang digunkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara tokoh-tokoh yang ada di masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat. c. Tahap studi pustaka Studi pustaka dilakukan data yang diperoleh data dari peneliti terdahulu dan buku, jurnal, artikel maupun laporan yang berkaitan dengan judul penelitian yang mau diteliti. d. Tahap analisis Tahap ini dilakukan utnuk menganalisis apabila dari ketiga tahap di atas sudah dilakukan. Maka data-data yang diperoleh, kemudian di analisa berdasarkan variable penelitian yang nantinya akan di teliti mana yang valid dan tidak valid untuk diteruskan dalam bentuk penulisan. Dalam proses analisis data dalam penelitian ini menurut Moleong, 2014 dilakukan dengan cara sebagai berikut 2. Reduksi data Proses reduksi data yaitu, memilih atau menyeleksi data yang sudah terkumpulkan lalu memasukan kedalam tema, kategori, fokus, atau permasalahan penelitian. Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilih pada hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. 3. Display data Proses display data yaitu penyajian data kedalam sejumlah matriks yang sesuai, misalnya matriks urutan waktu, matriks jalinan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain proses ini adalah proses pengurutan data sesuai dengan waktu kejadian dan hal-hal yang memiliki keterkaitan untuk mendapatkan suatu interprestasi terhadap data penelitian. Dengan demikian, hal yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dala penelitian kualitatif adalah dengan teks naratif. 4. Conclution Data Proses conclution data yaitu penyimpulan data yang terkumpul dengan pelukisan atau penurutan tentang masalah-masalah yang dibahas dalam penelitian. Penyimpulan adalah memberikan kesimpulan-kesimpulan terhadap Data-data yang telah tersusun rapi menjadi tulisan yang benar tergolong komprehensif dan mendalam. Setelah sumber-sumber sejarah dikumpulkan maka kegiatan selanjutnya adalah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik sumber dalam memperoleh keabsahan sumber. HASIL DAN PEMBAHASAN Sumbawa Pada Masa Kesultanan Latarbelakang sosial-historis bahwa masyarakat Sumbawa memiliki ragam budaya yang akan melahirkan kesadaran akan identitas sebagai bentuk peradaban dalam memperkaya khasana perbedaan latarbelakang kultur. Bentukan peradaban masyarakat tradisional Sumbawa tersimpan dalam pengetahuan kolektif masa lalu sebagai perwujudan nilai untuk diwariskan secara terus menerus oleh generasi mendatang. Peradaban Sumbawa memiliki cirri dalam bentuk arsitektur yang beragam dimulai dari yang tradisional, kolonial maupun yang modern. Menurut catatan sejarah bahwa Tanah Samawa Sumbawa memulai aktifitas sejarahnya sekitar abad ke 14 Masehi dengan menjalin hubungan politik bersama Dinasti Hayam Wuruk raja Majapahit dengan maha patihnya Gajah Mada 1350-1386. Dimana pada saat itu tanah Sumbawa disebut Dinasti Dewa Awan Kuning dengan wilayah kekuasaannya Jereweh, Taliwang, Seran dan raja terakhir adalah Dewa Maja Purwa. Pada saat yang sama kerajaan Dewa Awan Kuning menganut kepercayaa animisme hinduisme serta percaya pada kekuatan mistik yaitu roh Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 90 nenek moyang. Namu seiring dengan perkembangan zaman kepercayaan animisme mulai ditinggalkan dan membuka diri dengan menerima islam sebagai agama terakhir. Masuknya islam ditanah samawa sekitar abad ke 16 Masehi tepat pada tahun 1540-1550 Masehi melalui para mubaligh dan para niaga dari Demak yang pada saat itu menjadi pusat penyebaran islam di Asia Tenggara. Dan pada tahun 1623 tanah Sumbawa dibawah kekuasaan Dewa Maja Purwa ditaklukan oleh Sultan Alaudin raja Gowa dengan melakukan exspansi guna mencari cadangan pangan ke seluruh pelosok pulau Sumbawa disatu sisi dan disisi lain menyebarkan agama islam. Proses islamisasi di kerajaan Sumbawa dilakukan dengan perkawinan silang antara putra dan putri mahakota kedua kerajaan, sehingga dengan demikian memudahkan proses interaksi dan pengenalaan islam bagi kerajaan Sumbawa yang bercorak hinduisme. Dengan hadirnya islam dalam kehidupan keagamaan masyarakat Sumbawa ikut merubah sistem pemerintahan yang bercorak kerajaan hindu berubah menjadi system kesultanan islam. Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit sehingga mengakibatkan berdirinya kerajaan-kerajaan kecil di tanah samawa menjadi kerajaan yang merdeka akibat tekanan dan pengaruh kerajaan majapahit yang menganut kepercayaan hindu. Dalam kondisi yang demikian itu menjadi sebuah langkah bagi para mubaligh untuk memperkenalkan islam terhadap masyarakat Sumbawa. Melalui kerajaan Dewa Maja Purwa Utan yang terakhir kali menganut agama islam membuat nota kesepakatan dengan Kerajaan Gowa dibawah pimpinan Karaeng Moroangang dengan hasil kesepakatan “Adat dan Rapang Samawa contoh-contoh kebaikan tidak akan diganggu gugat sepanjang raja dan rakyat menjalankan syariat islam”. Setelaah wafatnya Raja Maja Purwa penerus tahta pemerintahan kerajaan Dewa Awan Kuning digantikan oleh Mas Goa untuk melanjutkan pengaruhnya. Pada masa pemerintahannya Mas Goa melanggar hasil kesepakatan yang yang dibuat oleh Raja Maja Purwa bersama Karaeng Moroangang untuk menjalaankan saryat islam seutuhnya. Pada tahun 1637 Mas Goa diturunkan paksa oleh rakyatnya disebabka karena masih menganut pemahaman serta pengaruh hinduisme didalam lingkungan kerajaan dan beliau digantikan oleh Mas Dini. Setelah beberapa tahun menjalankan roda pemerintahan kerajaannya pada tahun 1684 Mas Dini digantikan oleh Mas Bantam yang merupakan pendiri kerajaan Sumbawa dari dinasti Dewa Dalam Bawa dengan gelar bangsawan Sultan Harun Arasyid I 1674-1702 melalui perkawinan silang dengan putri raja Gowa. Setelah itu pada tahun 1702 Masehi kerajaan Dewa Awan Kuning dipimpin oleh putra kedua Sultan Harunarrasyid I yang bernama Mas Madinah yang dinobatkan sebagai Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I 1702-1723. Berdasarkan “Adat Barenti Ko Syara dan Barenti Ko Kitabullah” sebagaimana yang tertuang didalam “Manik Kamutar Dewa Masmawa Piagam yang menjadi dasar dalam menjalakan roda pemerintahaannya. Tiga pokok utama Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I mulai menanamkan pengaruhnya dengan menata dan mengatur system pemerintahan antara lain, 1, politik, keamanan, dan pertahanan, 2, Kemakmuran Rakyat, dan, 3, Ketakwaan Kepada Allah swt. Pada masa pemerintahannya beliau membangun istana yang diberi nama “Istana Bala Balong. Untuk menjaga kerajaan bebas dari pengaruh dan terlepas dari pengontrol penjajah, maka Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I memimpin perang dan berjihat untuk mengusir serdadu penjajahan dari tanah Samawa. Dalam peperangan tersebut yang semakin senggit diperparah dengan gempuran kekuatan penjajah menyebabkan beliau wafat dalam perang itu. Setelah mangkat Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I, maka yang meneruskan tahta kerajaan adalah Riwabatang Datu Balasawo Dewa Loka Ling Sampar 1723-1725 yang merupakan kakak tertua dari Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I. Pada kekuasaannya beliau meneruskan kebijakan yang dijalankan oleh sultan selama dua tahun sampai beliau wafat dan di makamkan di “Makam Sampar yang kemudian mendapat nama Anumerta “Dewa Loka Ling Sampar”. Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 91 Wafatnya beliau menyebabkan kekosongan pemimimpin dalam kesultanan kerajaan, dan setelah itu berdasarkan musyawarah dan mufakat dari tua adat, maka akhirnya dinobatkan Jalaluddin Datu Taliwang yang bernama Dewa Ling Gunung Setia sebagai Sultan Sumbawa 1725-1731. Selama masa pemerintahannya Gunung Setia meneruskan kebijakan yang dibuat oleh Sulta Sultan Muhammad Jalaluddin Syah I dan pada saat yang sama terjadi kebakaran yang mengahanguskan Istanah Bala Balong yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Jalaluddin Muhammadsyah I. Kebakaran itu menyebakan wafatnya Sultan Sumbawa beserta permaisuri dan keluarganya dan seluruh keluarga beliau di makamkan di bukit Gunung Setia yang kemudian diberi gelar Anumerta Datu Ling Gunung Setia. Setelah wafatnya Sultan Sumbawa Gunung Setia, maka penerus tahta kerajaan di gantikan oleh “Dewa Masmawa Sultan Muhammad Kaharuddin I 1731-1759. Pada masa pemerintahannya beliau membangun kembali istana yang sudah terbakar dan diberi nama Istana Gunung Setia. Sultan Muhammad Kaharuddin I dikenal sebagai pemimpin yang keras dan tidak mengenal kompromi terhadap penjajah Belanda. Sikap keras itu menjadi langkah jitu sultan untuk mengusir pemerintah hindia belanda dari bumi samawa. Pada tahun 1759 Sultan Muhammad Kaharuddin I wafat maka berdasarkan garis keturunan diangkatnya Dewa Masmawa Sultanah Siti Aisyah 1759-1761. Pada masa perintahannya sering terjadi pereteruan dengan para menteri dan pejabat kesultanan yang menyebabkan Sultanah Siti Aisyah diturunkan dari tahta kerajaan. Setelah itu digantikan oleh “Dewa Masmawa Lalu Onye Datu Ungkap Sermin Dewa Lengit Ling Dima 1761-1762 yang merupakan putra Datu Seppe yang berasal dari keturunan Harunarrasid I. Beberapa tahun memimpin kerajaan Lalu Onye meninggalkan tahta dengan alasan mencari suaka ke Bima. Selanjutnya setelah Lalu Onye meninggalkan tahta kesultanan, maka digantikan oleh Dewa Masmawa Sultan Muhammad Jalaluddinsyah II 1762-1765 yang berasal dari banjar. Pada masa kekuasaannya beliau mampu mengenadalikan dan meredam ketegangan yang menyebabkan sering terjadinya konflik diantara kesultanan, selain itu beliau juga berjasa dalam membasmi perompak diperairan Sumbawa disatu sisi dan disisi yang lain beliau melakukan reformasi dan peninjauan kembali terhadap kitab hukum pidanan dan ketentuan-ketentuan lainnya. Setelah wafatnya Muhammad Jalaluddinsyah II maka kekuasaan jatuh ketangan Sultan Mahmud 1765, namun karena umurnya yang masih kecil sehingga yang menjalankan roda pemerintahan ditunjuklah Datu Taliwang Dewa Mappaconga yang bernama Mustafa. Dalam catatan sejarah Kitab Bo bahwa Sultan Mahmud tidak pernah duduk di tahta singgasana kesultanan meskipun sudah dilantik menggantikan ayahnya. Penetapan Mustafa sebagai kesultanan menimbulkan rasa sakit hati bagi datu-datu yang lain karena cara memilih tidak sesuai dengan hokum adat sehingga raja-raja dibagian timur Sumbawa bekerja sama dengan belanda untuk membatalkan pengangkatan Mappacong Mustafa. Studi Historis Arkeologi Arsitektur Tradisional Istana Tua dalam loka Latar belakang historis berdirinya arsitektur tradisional Istana Dalam Loka Sumbawa adalah rumah tinggal keluarga kerajaan yang dibangun oleh Sultan Muhammad Jalaluddinsyah III 1883-1831 yang merupakan sultan ke-16 dari dinasti Dalam Bawa. Berdasarkan akte yang tertanggal 18 agustus 1885 dari pemerintahan colonial Belanda yang memutuskan Sultan Muhammad jalaluddinsyah III untuk menjadi penguasa di kerajaan Sumbawa dan pada saat itulah pemerintah colonial belanda secara de facto berada di wilayah kesultanan Sumbawa. Arstektur rumah adat tradisional Istana Dalam Loka dibangun pada tahun 1885 dengan pekerjaan dibawah kendali Imam Haji Hasyim yang didesain menggunakan struktur istana yang diadopsi dari arsitektur mode Balla Lampoa di Goa. Bangunan Istana Dalam Loka berbentuk rumah panggung dengan luas bangunan 904 M persegi dengan bahan kayu yang sebagian besar adalah kayu jati. Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 92 Desain arsitektur Istana Dalam Loka dipengaruhi oleh kuatnya pengaruh islam yang masuk di diwilayah kesultanan Sumbawa ikut mengubah tatananan kehidupan masyarakat yang kemudian larut dalam norma dan nilai-nilai syariat islam. Dalam Loka memiliki makna yang tersirat dalam ungkapan kata Dalam yakni Istana dan Loka yang berarti Dunia. Dalam Loka adalah rumah panggung kembar menghadap ke selatan yang berdiri kokoh, kuat, dan megah dengan 99 tiang yang terkandung dalam Usma’ul Husna yaitu 99 sifat allah mengandung makna dengan dapat memberikan suasana kesejukan, tentram, damai, aman, dan nyaman. Istana Dalam loka dibangun untuk menggantikan Istana yang terbakar pada masa kesultanan Gunung Setia yang termuat dalam filosofi adat “Syara Barenti Ko Kitabullah” yang mengandung arti semua adat istiadat maupun nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat Sumbawa dibangun berdasarkan pedoman pada syariat islam. Dalam Loka merupakan saksi sejarah yang menggambarkan tentang implementasi syariat islam pada kesultanan Sumbawa. Dengan arsitektur tradisional dirancang menggunakan ornament dengan symbol-simbol ajaran islam dan bahkan pada rentang waktu proses pembuatan tercermin pada umur manusia di dalam kandungan yaitu Sembilan bulan 10 hari. Arsitektur ini memiliki dua atap yang berbentuk kembar dengan satu tangga naik yang berada ditengah depan menghadap selatan yang merujuk pada syarat rukun sholat yakni “Attahiyat”. Bentukan ini dibuat untuk mengingatkan kepada keluarga kerajaan beserta rakyatnya agar selalu melaksanakan sholat waktu sehari semalam. Istana Dalam Loka adalah arsitektur tradisional yang terbesar dan terdapat ruangan-ruangan yang cukup besar di dalamnya dengan memiliki fungsi antara lain, 1, Lunyuk Agung, berfungsi sebagai ruang untuk melangsungkan acara resepsi keluarga raja, musyawarah dan mufakat, 2, Lunyuk Mas, adalah ruang khusus untuk istri raja, istri menteri, dan pembantu penting kerajaan apabila dilakukan musyawarah dan mufakat, 3. Ruang Dalam, merupakan bagian dari ruangan untuk mengadu dan melapor setiap ada kegiatan yang dianggap perlu, 4, Ruang Dalam, ruang ini terdiri empat ruang kamar yang diperuntungkan untuk putra dan putri raja yang sudah berkeluarga, 5, Ruang Sidang, runag ini pada malam hari digunakan untuk tempat tidur para dayang, 6, Ruang Dapur, ruang ini berfungsi untuk menyiapkan makanan para penghuni istana, 7, Kamar Mandi, 8, Bala Bule, merupakan ruang dua susun, untuk lantai pertama digunakan untuk bermain putra dan putri mahakota, sedangkan lantai kedua tempat untuk menyaksikan permainan dan pertunjukan di luar istana, sedangkan dihalaman istana terdapat tempat-tempat penting dimulai dari kebun keban alas, rumah jam lonceng, kandang kuda dan mesjid. Pemugaran dan Modernisasi Arsitektur Istana Dalam Loka Istana Dalam Loka merupakan rumah panggung berskala besar, modern dan indah yang berdiri kokoh, kuat dan tahan lama berada di jantung kota Kabupaten Sumbawa dengan menghadap keselatan. Bangunan ini didesai menggunakan ornament yang khas dengan rumah adat Gowa Makassar. Secara arsitektur, unusur-unsur yang digunakan adalah kayu dengan menggunakan struktur rangka berupa tiang dan balok yang berukuran besar yang dipasang secara teratur sebagai penyanggah kekuatan.. Bentuk strukturnya menonjol dengan skala megah dan secara vertikal bangunan terdiri dua lantai diantara lantai satu menyatu dengan dua bagian bangunan sedangkan lantai dua terpisah antara bagian barat dengan timur bangunan. Ornament dalam arsitektur tradisional Istana Dalam Loka tidak dihiasi dalam bentuk lukisan yang menghiasi kayu-kayu bangunan ini. Hampir seluruh bagian Gambar 1 Istana Tua Dalam Loka Sebelum Pemugaran Dok. Arsip Daerah Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 93 kayu yang digunakan berbentuk polos tanpa ukiran dan cat. Gambar 2 Istana Tua Dalam Loka Hasil Pemugaran Dok. Pribadi Berdasarkan hasil pengkajian dan penilaian oleh tim Balai Pelestraian Cagar Budaya Bali, NTB, dan NTT bahwa Istana Dalam Loka memiliki tingkat kerusakan cukup signifikan dan perlu dilakukan pelesetarian. Proses pelaksanaan pemugaran arsitektur tradisional ini disebabkan karena factor umur yang sudah tua dengan kedudukan bangunan yang miring, retak, pelapukan dan rapuh yang tidak memungkinan untuk mempertahankan. Komponen-komponen kayu bangunan harus diganti demi melestarikan kedudukan situs cagar budaya sebagai warisan sejarah yang secara terus menerus dipertahankan untuk kepentingan bangsa dan Negara. Dalam pelaksanaan pemugaran menurut Undang-undang RI No. 11 tahun 2010 tentang pelestarian cagar budaya dengan ketentuan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan berkoordinasi dengan ahli arkeologi untuk memperhatikan etikan dan ekstensi bangunan. Pemugaran dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik bangunan cagar budaya yang rusak dengan ketentuan dengan tidak mengubah, menggeser, apalagi memindahkan benda purbakala ke tempat lain. Pemugaran bangunan arsitektur tradisional Istana Dalam Loka dilakukan pada tahun 1994 untuk menjaga kerusakan dengan cara memperbaiki, memperkuat, dan mengawetkan terhadap bahan-bahan bangunan yang digunakan melalui rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi, dan restorasi. Hal ini merupakan serangkaian kegiatan dan upaya perbaikan pemulihan yang bertujuan untuk menjaga keaslian, bentuk bangunan, memperlambat proses kerusakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun hasil pemugaran Istana Dalam Loka dimulai dari 1, Pondasi, bertujuan untuk alas tiang bangunan agar tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Awalnya pondasi menggunakan batu kali berbetuk bulat, namun setelah terjadi pemugaran maka batu kali digantikan menjadi semen beton yang lebih tinggi agar tidak tergenang resapan air sehingga menyebabkan kerusakan terhadap ujung bawah tiang. 2, Kemiringan, bangunan Istana Dalam Loka memiliki 99 tiang dengan menggunakan kayu jati yang masih asli dan tidak berubah, sedangkan tiang penyanggah sebagai rekonstruksi atap menagalami pergantian. Sebelumnya bangunan rumah panggung ini mengalami kemiringan akibat tekstur bangunan bagian bawah terjadi penurunan posisi yang kemudian kemiringan itu di angkat menjadi berdiri tegak lurus setelah terjadi pergantian kayu yang mengalami kerusakan. 3, Lantai, pada saat dibangunnya istana dalam loka, lanta menggunakan papan kayu biasa yang didatangkan dari daerah pelosok Sumbawa, namun setelah adanya pemugaran, lantai mengunakan kayu jati yang berukuran 3x30 cm disusun secara satu kesatuan yang rapih. 4, Dinding, berdasarkan analisa arkeologi bahwa dinding mengalami perubahan secara total yang awalnya terbuat dari perpaduan antara kayu bambu dengan kayu papan dan setelah terjadi renovasi maka dinding diganti menjadi kayu jati dengan ukuran 6x11 cm dan ketebalan 2 cm serta lebar 30 cm. 5 Atap, atap memiliki dua bagian yang terpisah yang pada awal berdirinya menggunakan seng yang didatangkan dari Singapura dan setelah terjadinya kerusakan serta banyak yang bocor menyebabkan air hujan masuk kedalam rumah sehingga atap yang menggunakan seng di ganti menjadi lapisan kayu uli yang didatangkan dari Daerah Kalimantan. KESIMPULAN Arsitektur tradisional Istana Tua dalam loka merupakan warisan cagar budaya yang dibangun pada masa Kesultanan Muhammad Jalaluddinsyah III 1883-1931. Istana dalam loka adalah rumah panggung besar yang Jurnal Ilmiah Mandala Education Terakreditasi Peringkat 4 No. SK 36/E/KPT/2019 Vol. 7. No. 4 Oktober 2021 p-ISSN 2442-9511 e-ISSN 2656-5862 Jurnal Ilmiah Mandala Education 94 berdiri kokoh, kuat, dan modern berlantai dua berpusat di tengah kota Kabupaten Sumbawa dengan luas bangunan 696,98 meter persegi dan memiliki 99 tiang penyanggah. Berdasarkan hasil pengkajian penilaian dari Balai Purbakala dan Arkeologi Bali, NTB, dan NTT bahwa Istana Tua dalam loka mengalami tingkat kerusakan yang cukup parah dengan kondisi kemiringan dan proses pelapukan terhadap kayu-kayu sehingga perlu dilakukan upaya pemugaran dan pengangkatan kembali terhadap rumah adat tersebut. Pemugaran arsitektur ini dilakukan 90% kecuali tiang yang masih asli, sedangkan unsure-unsur lain dimulai dari pondasi, lantai, dinding, tiang penyangga atap lantai dua, dan atap mengalami pergantian. SARAN Penelitian ini lebih menjelaskan tentang pemugaran kembali terhadap rumah adat tradisional Arsitetur Tradisional Dalam Loka akibat kerusakan dan pelapukan kayu-kayu dengan tingkat kerusakan yang cukup signifikan. Adapun syaran dari penulis adalah untuk tidak merubah dari bentuk keaslian arsitektur tradisional sehingga tidak terkesan menghilangkan nilai-nilai sejarah yang terkadung di dalamnya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini bukanlah hal yang baru namun sudah ada penulis-penulis terdahulu yang menulis tentang rumah adat Istana Dalam Loka di Sumbawa. Untuk itu penulis menyarankan agar penulis selanjutnya dapat menjelaskan secara objektif dalam mengungkapkan situs-situs sejarah. UCAPAN TERIMAKASIH Dengan terlaksananya penelitian ini tidak lupa kami selaku tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Lembaga Pelayanan Pendidikan Tinggi Wilayah VIII LLDIKTI-VIII atas pemberian dana penelitian, sehingga penelitian ini bisa terlaksana sesuai dengan waktu yang ditetapkan. DAFTAR PUSTAKA Chairil B. Amiuza, 2017. Semiotika Arsitektur Tradisional Sumbawa. Jurnal RUAS, Vol. 2 Henny Gambiro, Ahmad Yamin, 2018. Meneropong Istanah Tua Dalam Loka Warisan Arsitektur Tradisonal Sumbawa. Sumbawa Besar Jurnal Arsitektur Bangunan & Lingkungan. I Nyoman Sumartika, dkk, 2010. Purnapugar Istana Dalam Loka. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali, NTB, dan NTT Koentjaraningrat, 1983. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta Maryono Irawan, 1985. Pencermin Nilai Budaya Dalam Arsiterkur Indonesia, Jakarta Penerbit Jambatan. Rahil Muhammad Hasbi, 2017. Kajian Kearifan Lokal Pada Arsitektur Tradisional Rumah Aceh, Aceh Jurnal Arsitektur Bangunan & Lingkungan Univesitas Marcu Buana. Ricky FS. Rumagit, 2015. Arsitektur Tradisional Orang Kaili, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Kebudayaan. Saing A. M. 2010. Arsitektur Tradisional Rumah Adat Bugis Makassar. Makassar Indira Art Sardjono, Nurdin, Agung, 2011. Arsitektur Dalam Perubahan Kebudayaan. Doktor Teknik Arstektur Perkotaan. Soerjono Soekanto, 1982. Pengantar Ilmu Sosiologi, Jakarta Penerbit Rajawali Pers Zain, Zairin, 2012. Pengaruh Aspek Eksternal Pada Rumah Melayu Tradisional di Kota Sambas Kalimantan Barat. Jurnal IPS Vol. 4 Dova NovitaI Made SuyasaAgusman AgusmanRizal KurniansahPermasalahan yang dikaji dalam penelitian ini terkait dengan pengembangan Istana Dalam Loka yang telah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa dan merumuskan strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan sosial Istana Dalam Loka. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang dilakukan di Istana Dalam Loka Kecamatan Sumbawa, Kota Sumbawa, NTB. Teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi dengan informan antara lain Kabid. Kebudayaan, Kabid. Pariwisata, juru pelihara, budayawan, wisatawan, dan masyarakat dengan teknik analisis data berupa reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Analisis selanjutnya menggunakan SOAR untuk merumuskan strategi pengembangan Istana Dalam Loka yang tepat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan Istana Dalam Loka belum dilaksanakan secara optimal, khususnya pengembangan pada komponen pengembangan destinasi wisata 4 A. Hal tersebut terjadi karena adanya tumpang tindih dalam pembagian tugas terkait dengan pengelolaan Istana Dalam Loka. Sementara itu, analisis SOAR menunjukkan perumusan strategi berupa perlu adanya peningkatan sinergitas antar-stakeholder,pembangunan sarana prasana, pemberdayaan masyarakat, sosialisasi dan pelatihan, optimalisasi peran DIKBUD dan DISPOPAR, kerjasama dengan pengelola museum, pembentukan organisasi atau kelompok seperti UKM masyarakat dan Pokdarwis. Perumusan strategi ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan oleh stakeholder dalam pengembangan Istana Dalam Loka sebagai daya tarik wisata Kota Sumbawa GambiroAhmad YaminTo look through traditional architecture inheritance of old traditional house Sumbawa palace Dalam Loka, the former palace of the king of Sumbawa empire. The traditional house is located in Sumbawa City, wester southeast Sumbawa Regency. The architectural shape of old palace as a house on stilts reflects a cultural form in the past. The objective of this paper is to reveal space form, space function, structure and the elements of the house, decoration, and the old palace architecture cosmology. Research method used is descriptive with qualitative approach. Data collection techniques are in the forms of observation, interview, and literature studies. The result shows that the form and function of the old palace building consist of three parts, namely the top, the middle and the bottom. The architecture of that old palace has a philosophy namely Salimpat which describes that all human life aspects would be perfect only if in the form of rectangular. That rectangular philosophy is reflected in the form of land area, the columns, the windows and the room space Warisan arsitektur tradisional Sumbawa rumah adat Istana Tua Dalam Loka, yang dahulu digunakan sebagai istana Raja Kesultanan Sumbawa. Rumah adat itu berlokasi di Kota Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Arsitektur rumah adat Istana Tua Dalam Loka yang berupa rumah panggung, mencerminkan bentuk kebudayaan masa lampau. Tujuan penulisan ini adalah, mengungkapkan bentuk dan fungsi ruang, struktur dan elemen bangunan, ragam hias, serta kosmologi dalam arsitektur Istana Tua Dalam Loka. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, pengamatan, dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan fungsi bangunan Istana Tua Dalam Loka, terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas disebut loteng atau Alang, bagian tengah merupakan badan rumah disebut ruang Dalam Loka Istana Tua, dan bagian bawah atau kolong yang disebut Tabongan. Arsitektur Dalam Loka menganut falsafah Salimpat yang menggambarkan bahwa segala aspek kehidupan manusia barulah sempurna jika berbentuk segi empat. Falsafah tersebut direfleksikan pada bentuk areal tanah, tiang rumah, jendela dan Istana Dalam Loka. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali, NTB, dan NTT KoentjaraningratI Nyoman SumartikaI Nyoman Sumartika, dkk, 2010. Purnapugar Istana Dalam Loka. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali, NTB, dan NTT Koentjaraningrat, 1983. Pengantar Ilmu Antropologi, JakartaPencermin Nilai Budaya Dalam Arsiterkur IndonesiaMaryono IrawanMaryono Irawan, 1985. Pencermin Nilai Budaya Dalam Arsiterkur Indonesia, Jakarta Penerbit Muhammad HasbiRahil Muhammad Hasbi, 2017. Kajian Kearifan Lokal Pada Arsitektur Tradisional Rumah Aceh, Aceh Jurnal Arsitektur Bangunan & Lingkungan Univesitas Marcu Tradisional Orang Kaili, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal KebudayaanRicky Fs RumagitRicky FS. Rumagit, 2015. Arsitektur Tradisional Orang Kaili, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jenderal Tradisional Rumah Adat Bugis MakassarA M SaingSaing A. M. 2010. Arsitektur Tradisional Rumah Adat Bugis Makassar. Makassar Indira Art Sardjono, Nurdin, Agung, 2011. Arsitektur Dalam Perubahan SoekantoSoerjono Soekanto, 1982. Pengantar Ilmu Sosiologi, Jakarta Penerbit Rajawali Pers Zain, Zairin, 2012. Pengaruh Aspek Eksternal Pada Rumah Melayu Tradisional di Kota Sambas Kalimantan Barat. Jurnal IPS Vol. 4

kehidupan ekonomi kerajaan sumbawa